Kamis, 18 Oktober 2012

keperawatan maternitas


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. SEKSIO SESARIA
1.      DEFINISI
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Sedangkan definisi sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Rustam M, 1998).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
a.       Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1)      Sectio caesarea transperitonealis
a)      SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
ü  Mengeluarkan janin dengan cepat
ü  Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
ü  Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
ü  Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
ü  Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b)      SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
ü  Penjahitan luka lebih mudah
ü  Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
ü  Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
ü  Perdarahan tidak begitu banyak
ü  Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
ü  Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
ü  Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2)      SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
b.      Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)      Sayatan memanjang ( longitudinal )
2)      Sayatan melintang ( Transversal )
3)      Sayatan huruf T ( T insicion )

2.      ETIOLOGI
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea. Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea adalah :
a. Kelainan dalam bentuk janin
1)   Bayi terlalu besar
      Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.


2)      Ancaman gawat janin
      Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
3)   Janin abnormal
      Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetic, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan operasi.
4)   Bayi kembar
      Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
b. Kelainan panggul
    Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan. Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang (terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan sehingga terjadi kerusakan atau patah panggul.
c. Faktor hambatan jalan lahir
    Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

3.      PATOFISIOLOGI
WOC Terlampir

4.      KOMPLIKASI SEKSIO SESARIA
  • Pada ibu: infeksi puerperal, perdarahan, luka kandung kemih, embolisme paru, resiko rupture uteri pada kehamilan selanjutnya
  • Pada janin: komplikasi pada janin tergantung pada indikasi dilakukan seksio.

5.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
w  Pemantauan janin yaitu terhadap kesehatan janin
w  Pemantauan EKG
w  JDL dengan diferensial
w  Elektrolit
w  Hemoglobin/Hematokrit
w  Golongan dan pencocokan silang darah
w  Urinalisis
w  Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
w  Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
w  Ultrasound sesuai pesanan
w  (Tucker, Susan Martin, 1998)
w  Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, ukur jumlah urin yang tertampung dikantong urin, periksa/kultur jumlah perdarahan selama operasi.
w  Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan. Catat lama operasi, jenis kelamin, nilai APGAR dan kondisi bayi saat lahir, lembar operasi ditandatangani oleh operator.

B.     DISPROPORSI SEPALOPELVIK

            Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Disproporsi sefalopelvik digolongkan menjadi empat, yaitu:
ü  Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
ü  Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
ü  Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
ü  Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.
1.      Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.

2.      Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.3,4
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.

3.      Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.3
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

C.    PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL PADA PERIODE POSTPARTUM NORMAL
a.  Perubahan Fisiologis Pada Postpartum
Masa postpartum/puerperium/trimester keempat kehamilan merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil (Bobak, dkk, 2005). Pada masa ini terjadi berbagai perubahan pada organ-organ tubuh, yaitu:
1.  Sistem reproduksi dan struktur terkait
ª  Uterus
Terjadi proses involusi uterus (proses kembalinya uterus ke keadaan seperti sebelum hamil). Seteleh janin lahir lahir, uterus kira-kira setinggi umbilikus. Setelah plasenta lahir, uterus berada 2 cm dibawah umbilikus, kemudian turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. pada hari ke 6 fundus akan berada pada pertengan umbilikus dan simfisis, dan tidak dapat dipalpasi lagi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum.
Uterus yang waktu hamil beratnya mencapai 1000 gr, menjadi 500 gr setelah seminggu postpartum, 350 gr pada 2 minggu postpartum dan setelah minggu ke 6 postpartum jadi 50-60 gr (berat normal uterus 30 gr).
Setelah melahirkan kontraksi pada uterus tetap ada. Relaksasi dan kontraksi periodik yang sering dialami ibu postpartum terutama multipara dapat mengakibatkan rasa nyeri yang bertahan sepanjang awal masa puerperium.
Setelah melahirkan keluar rabasa dari uterus yang disebut lokia. Pada hari 1-3 disebut lokia rubra yang bewarna merah terang, terdiri atas darah, debris desidua dan debris trofoblastik. Setelah hari ke3, lokia berubah menjadi merah muda atau kecoklatan dan bertahan selama 10 hari, lokia ini disebut lokia serosa dan terdiri dari old blood, serum, leukosit, dan debris jaringan. Kemudian lokia serosa berubah warna menjadi kuning sampai putih (lokia alba) yang mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
ª  Serviks
Serviks agak menganga seperti corong, disebabkan korpus berkontraksi sedangkan serviks tidak. Warna serviks merah kehitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak. Segera setelah janin lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan pada cavum uteri. Setelah 2 jam, dapat dimasukkn 2-3 jari dan setelah 1 minggu dapat dimasukkan 1 jari ke dalam cavum uteri.
ª  Vagina dan perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam pengikisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil sampai 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada minggu ke empat. Pada awalnya introitus mengalami eritematosa dan udematosa terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Tanda-tanda  infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak atau rabas). Atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu. Hemoroid (varises anus) sering terjadi. Gejala yang sering dialami adalah seperti rasa gatal, tidak Nyman dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir. Mukosa vagina menjadi tipis dan rugae hilang. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu ke 4 dengan kondisi memipih. Sekresi vagina berkurang sehingga terjadi kekeringan lokal yang dapat menyebabkan dispareunia. Pada perineum, jika ada episiotomi penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu.
Lokhea: Rubra Hari 1-3 Darah dengan bekuan, bau amis, meningkat dengan bergerak, meneteki dan peregangan Banyak bekuan, bau busuk, pembalut penuh darah, Serosa Hari 4-9 Pink atau coklat dengan konsistensi, serosanguineus, bau amis. Bau busuk, pembalut penuh darah, sedangkan Alba Hari 10 Kuning – putih, bau amis Bau busuk, pembalut penuh darah, lochea serosa menetap, kembali ke pengeluaran pink atau merah, pengeluaran lebih dari 2-3 minggu.
2.  Sistem Endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hPL (human placental lactogen), estrogen, dan kortisol serta plasental enzyme insulinase, sehingga membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium.
Penurunan kadar estrogen dan progesteron dan tingginya kadar prolaktin menyebabkan terjadinya produksi susu dan ejeksi susu akibat pelepasan oksitosin oleh hipofisis posterior yang terangsang karena isapan bayi.
3.  Abdomen
Pada hari pertama postpartum abdomen masih menonjol. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Pada keadaan-keadaan tertentu otot-otot dinding abdomen memisah yang disebut diastasis rectus abdominis.

4.  Sistem Urinarius
-          Glukosuria menghilang. Kadar BUN (blood urea nitrogen) meningkat pada masa postpartum karena otolisis uterus yang berinvolusi. Pecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+).
-          12 jam samapi hari ke 3 setelah melahirkan terjadi diaforesis luas terutama pada malam hari, yang bertujuan untuk membuang kelebihan cairan yang tertimbun. Diaforesis dan peningkatan jumlah urine dapat menyebabkan penurunan BB 2,5 Kg selama masa postpartum.
-          Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama melahirkan. Kombinasi dari trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun sehingga menyebabkan distensi kandung kemih yanga dapat menghambat kontraksi uterus sehingga beresiko untuk terjadinya perdarahan post partum.
5.  Sistem Pencernaan
-          Segera setelah melahirkan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar sehingga permintaan akan makanan menignkat 2 kali.
-          Motilitas dan tonus otot saluran pencernaan menurun, sehingga sering muncul penundaan BAB secara spontan sampai hari ke tiga. Hal ini juga bisa disebabkan oleh diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi.
6.  Payudara
ª  Ibu menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan kolostrum dapat dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, biasanya pada hari ke 2-3 setelah ada produksi ASI, payudara akan teraba hangat dan keras ketika disentuh. Puting susu harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya.
ª  Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat, namun sekresi dan eksresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Seiring dengan timbulnya produksi ASI, dapat terjadi pembengkakan (engorgement) pada payudara pada hari ke 3-4. Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan teraba hangat. Jaringan yang ada disekitar payudara juga dapat terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dalam 24-36 jam. Apabila bayi belum menghisap/dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu.

7.  Sistem Kardiovaskuler
·          Volume darah
Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil, hipervolemia yang diakibatkan kehamilan ( peningkatan ± 40 % lebih dari volume tidak hamil dan menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan, banyk ibu yang kehilangan 300 – 400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat pada saat operasi cesarea
·          Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat selama masa hamil, stelah melahirkan keadaan ini meningkat lebih tinggi selama 30 – 60 menit  karena darah biasanya melintasi uteroplasenta tiba – tiba kembali ke sirkulasi umum.
·          Varises
Varises Bahkan varises vulva akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir
·         Tanda-tanda vital
Selama 24 jam pertama suhu dapat meningkat sampai 380 C sebagai akibat efek dehidrasi. Setelah 24 jam wanita harus tidak demam. Denyut nadi tetap tinggi selam jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahuinya pada minggu kedelapan dan kesepuluh denyut nadi kembali ke frekuens sebelum hamil.pernapasan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan, tekanan darah sedikit berubah atau menetap, hipotensi ortostatik dapat timbul dalam 48 jam pertama akibat pembengkakan limpa yang terjadi. Terjadi peningkatan kecil tekanan darah sampai hari ke empat setelah melahirkan. Fungsi pernapasan biasanya kembali normal setelah wanita melahirkan. Suhu tubuh dapat naik 0,5 0C dari normal, tapi tidak melebihi 380C. sesudah 12 jam pertama post partum, umumnya suhu kembali normal. Bila suhu > 380C, maka mungkin ada infeksi.
Segera setelah partus terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi sedangkan badan tidak panas, mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kardis. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan.



·         Komponen darah
Selama 72 jam sampai 7 hari setelah bayi lahir terjadi peningkatan hemoglobin dan hematokrit karena kehilangan plasma yang lebih besar dibanding kehilangan darah. Terjadi leukositosis selama 10-12 hari postpartum, dimana nilai leukosit 20000-25000 masih merupakan hal yang umum. Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen tetap meningkat dari kehamilan sampai awal puerperium. Kombinasi keadaan hiperkoagulasi, kerusakan pembuluh darah dan imobilitas mengakibatkan penigkatan resiko tromboembolisme, terutama setelah melahirkan sesaria.

8.  Sistem Neurologi
Rasa tidak nyaman yang diinduksi oleh kehamilan akan menghilang segera setelah bayi dilahirkan. Sindrom carpal turner dan rasa baal serta kesemutan biasanya menghilang karena hilangnya kompresi pada saraf median.

9.  Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada saat hamil biasanya menghilang. Hiperpigmentasi pada areola dan linea nigra tidak hilang seluruhnya setelah bayi lahir, pada beberapa wanita menetap.
Rambut halus yang lebat pada kehamilan biasanya menghilang, rambut kasar yang timbul akan menetap.

b.  Perubahan Psikososial pada Ibu sehubungan dengan Penyesuaiannya terhadap Peran sebagai Orang Tua
-      Fase dependen (taking-in)
Fase ini berlangsung selama 2-3 hari. Dimana pada fase ini ketergantungan ibu menonjol sebagai respon terhadap kebutuhan akan istirahat dan makanan, ibu memerlukan perlindungan dan perawatan. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain. Fase menerima/taking-in yang kuat hanya terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan.
Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orang tua sangat suka mengkomunikasikannya. Mereka merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan kelahiran dengan kata-kata.
-      Fase dependen-mandiri (taking-hold)
Pada fase ini, secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang perawatan bayi atau merawat bayinya secara langsung.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, yang mungkin timbul karena merasa kehilangan dukungan yang pernah diterima saat hamil, jenuh dengan tanggung jawab sebagai orang tua, ataupun keletihan. Istilah depresi pascapartum ringan (baby blues) dapat dikaitkan dengan kadar glukokortikoid yang rendah pada awal postpartum atau terjadi hipotiroid subklinis

-      Fase interdependen (letting-go)
Pada fase ini, ibu dan keluarga bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para anggota saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walupun sudah berubah dengan adanya seorang anak, kembali menunjukkan karakteristik seperti awal.

D.    PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL PADA PERIODE POSTPARTUM SC
a. Perubahan Fisiologis Pada Postpartum Sectio Caesaria SC
Perubahan fisiologis pada masa post SC menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004) meliputi :
a. Involusi
Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1) Involusi uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan
Tinggi Fundus Uteri :
a) Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus
Uteri 1 - 2 jari dibawah pusat.
7
b) Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di
pertengahan simphisis pubis dan pusat.
c) Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.
2) Involusi tempat melekatnya placenta
Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi
tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan
pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang.
b. Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang
senggama. Menurut pembagiannya sebagai berikut :
1) Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari
kesatu dan kedua.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari
ke-3 - 6 post partum.
8
3) Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum,
selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari
ke-7 - 10.
4) Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks
dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 - 2
minggu setelah melahirkan.
2. Adaptasi psikososial
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak, Lowdermik,
Jensen (2004) yaitu :
a. Fase “taking in” (Fase Dependen)
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia
lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
ketidaknyamanan.
9
b. Fase “taking hold” (Fase Independen)
1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri
dan bayinya.
3) Fase “letting go” (Fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya



F. Fase-Fase penyembuhan luka
Pada proses penyembuhan luka terdapat beberapa fase yaitu (Smeltzer,
2001) :
1. Fase I (inflamasi)
Fase penyembuhan luka, leukosit menerima bakteri dan jaringan
rusak, fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan
pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai
kerangka. Fase ini berlangsung selama 3 hari.
2. Fase II (Proliferasi)
Berlangsung 3 hari sampai 6 minggu setelah pembedahan,
leukosit mulai menghilang dan berisi kolagen, serabut protein putih,
10
sehingga kolagen akan menunjang luka dengan baik. Setelah
pembedahan kolagen harus bertumpuk dan darah menurun.
3. Fase III (Maturasi).
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan klien akan
mengeluh gatal pada sekitar luka dan kolagen terus menimbun
sehingga luka menciut dan menjadi regang.
4. Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, kolagen tetap
ditimbun dan luka semakin kecil. Tegang serta timbul rasa gatal di
sekitar luka.
G. Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
11
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
d. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi
H. Pengkajian Fokus Post SC
Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC Menurut Doenges,
2001 yaitu:
1. Pengkajian dasar data klien
Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya
indikasi untuk kelahiran caesarea
2. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml.
3. Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
12
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
4. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas
amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
5. Makanan / Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
6. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
epidural
7. Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
8. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
9. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh, jalur
parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak
dan nyeri tekan
13
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang
dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
11. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan.
Urinalisis : kultur urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individual


E.     ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pelaksanaan asuhan keperawatan masa nifas pada post operasi sectio caesaria melalui pendekatan proses keperawatan dengan melaksanakan
a.       Pengkajian
§ Identitas klien: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.MR
§ Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan nyeri post operasi, tidak nyaman/distensi abdomen dan kandung kemih, mulut kering, sulit BAB dan BAK. Jika ada perdarahan banyak maka muncul keluhan nyeri, sakit kepala, kelemahan, anemia.
§ Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit saluran urogenital seperti herpes virus, riwayat Seksio klasik, preeklamsi dan eklamsia selama masa kehamilan atau kehamilan dahulu, riwyat partus abnormal atau dengan bantuan pada kelahiran yang lalu. Riwayat tumor jalan lahir, riwayat stenosis serviks/vagina pada persalinan dahulu. Riwayat primapara tua.
§ Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat DM, hipertensi, jantung, ginjal, penyakit menular.
§ Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: bervariasi, baik sampai sedang
Kesadaran: bervariasai, dapat compos mentis sampai somnolen
TTV: TD dapat sedikit meningkat atau turun jika terjadi perdarahan, nadi meningkat bila perdarahan, suhu biasanya normal, jika meningkat mengindikasikan infeksi, nafas biasanya normal.
1.  Keadaan Umum
a.   Rambut         : rambut dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuai dengan ras, rambut tidak mudah/mudah dicabut.
b.  Mata              : penglihatan baik, konjungtiva dapat anemis/tidak anemis, sklera tidak ikterik
c.   Wajah            : kloasma gravidarum dapat ada/menghilang
d.  Hidung          : hidung simetris, bersih, sekret (-), polip (-)
e.   Mulut                        : lidah bersih, mukosa dapat kring/lembab, carries bias ada atau tidak
f.   Leher             : tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid dan getah bening, hiperpigmentasi pada kulit (-)
2.  Pemeriksaan Thorak
Paru       : Inspeksi: simetris kiri = kanan
                Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
                Palpaasi: Fremitus kiri = kanan
Jantung : Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
                Auskultasi: bunyi jantung murni, Bising (-)
                Palpasi: iktus cordis tidak teraba
3.  Payudara
Inspeksi : simetris kiri = kanan, hiperpigmentasi areola dan papila (+), papila dapat menonjol/tidak, striae dapat ada atau tidak, kelenjer montgomery ada.
Palpasi: nyeri tekan (-), tidak teraba massa (-), produksi ASI bervariasi, sudah sudah ada dan belum, jika sudah ada payudara teraba padat.
4.  Abdomen
Inspeksi : abdomen mungkin masih membesar, linea nigra bisa ada, bisa tidak, striae bisa ada, bisa tidak, terdapat luka operasi tertutup perban.
Palpasi : nyeri pada luka operasi, TFU di umbilicus setelah janin lahir, turun 1-2 jari tiap 24 jam, posisi di tengah, kontraksi baik. Terdapat diastasis rektus abdominis. Kandung kemih bisa distensi, bisa tidak (kosong).
Auskultasi : BU bisa tidak ada/menurun
5.  Genetalia
Perineum bersih, jumlah lokhea sedikit. Tidak terdapat laserasi pada perineum/jalan lahir.
6.  Ekstremitas bawah
Varises ada atau tidak, edema ada atau tidak, tanda Homan dapat positif atau negative. Refleks Patella: positif.

§ Pemeriksaan Psikologis
Pada hari 1-2 Ibu berada pada fase taking-in dimana ibu mengharapkan semua kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain. Pada hari ke 3 ibu mulai berada pada fase taking-holk dimana ibu mempunyai keinginan untuk merawat bayinya secara mandiri dan juga ingin kebutuhannya dipenuhi. Keinginan tersebut muncul silih berganti.

Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, Hb/Ht: mengkaji perubahan dari kadar praoperasi dan mengevalusi efek kehilangan darah pada pembedahan
Urinalisis; kultur urine, darah,vaginal dan lokea: pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
b.   Diagnosa
contoh diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post operasi sectio caesaria yaitu ;
§  Resiko infeksi b.d prosedur invasif
§  Nyeri b.d kondisi pasca operasi.
§  Konstipasi b.d kelemahan otot, penurunan motilitas traktus urinarius
§  Resiko gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan sensorik motorik (manipulasi dan/atau trauma sekunder terhadap sectio caesaria).
§  Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute abnornal (perdarahan), intake tidak adekuat
§  Resiko cidera b.d efek-efek anestesi, imobilisasi
§  Ansietas b.d krisis situasional, ancaman konsep diri, perubahan status peran
§  Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.

RENCANA ASUKHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA

No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan / Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi Keperawatan
(NIC)
Aktivitas
1
Resiko infeksi b.d prosedur invasif


a.   Pengetahuan : kontrol infeksi
-      dapat menyebutkan cara masuknya kuman
-      menyebutkan faktor-faktor yang mendukung terjadinya infeksi
-      menyebutkan tanda dan gejala infeksi
-      menyebutkan tindakan yang dapat mengurangi terjadinya infeksi
b.  Kontrol resiko
-      Mengetahui resiko
-      Memonitor faktor resiko lingkungan
-      Memonitor faktor resiko dari kebiasaan
-      Memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko

Ø  Pengontrolan infeksi




































Ø  Proteksi infeksi

§  Ciptakan lingkungan ( alat-alat, berbeden dan lainnya) yang nyaman dan bersih terutama setelah digunakan oleh pasien
§  Batasi jumlah pengunjung sesuai kondisi pasien
§  Ajari klien untuk mencuci tangan sebagai gaya hidup sehat pribadi
§  Instruksikan klien untuk mencuci tangan yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan
§  Instruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tanagn sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien
§  Gunakan sabun antimikroba untuk proses cuci tangan
§  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada pasien
§  Terapkan kewaspadaan universal
§  Gunakan selalu handscoon sebagai salah satu ketentuan kewaspadaan universal
§  Gunakan baju yang bersih atau gown ketika menangani pasien infeksi
§  Gunakan sarung tangan yang steril, jika memungkinkan
§  Bersihkan kulit pasien dengan pembersih antibakteri
§  Jaga dan lindungi area atau ruangan yang diindikasikan  dan digunakan untuk tindakan invasive, operasi dan gawat darurat

§  Monitor tanda-tanda dan gejala sistemik dan local dari infeksi.
§  Monitor daerah yang mudah terinfeksi.
§  Monitor jumlah granulosit, WBC, dan perbedaan nilai.
§  Ikuti kewaspadaan neutropenic.
§  Batasi pengunjung.
§  Lindungi semua pengunjung dari penyakit menular.
§  Pertahankan teknik asepsis untuk pasien yang berisiko.
§  Pertahankan teknik isolasi.
§  Lakukan perawatan kulit untuk area yang oedem.
§  Inspeksi kulit dan membran mukosa yang memerah, panas, atau kering.
§  Inspeksi kondisi dari luka operasi
§  Tingkatkan intake nutrisi yang cukup.
§  Anjurkan intake cairan.
§  Anjurkan istirahat.
§  Monitor perubahan tingkat energi / malaise.
§  Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan.
§  Anjurkan nafas dalam dan batuk efektif.
§  Beri agen imun.
§  Instruksi pasien untuk mendapatkan antibiotik sesuai resep.
§  Ajari pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala dari infeksi dan kapan mereka dapat melaporkan untuk mendapatkan perawatan kesehatan.
§  Ajari pasien dan anggota keluarga bagaimana menghindari infeksi.
§  Hindari buah, sayuran, dan lada / merica dari diet pasien dengan neutropenia.
§  Hindari bunga dan tumbuhan segar dari area tempat pasien berada.
§  Berikan ruangan privasi jika dibutuhkan.
§  Laporkan kemungkinan adanya infeksi dalam upaya pengendalian infeksi.
§  Laporkan kebiasaan positif dalam mengendalikan infeksi.

2.
Nyeri b.d kondisi pasca operasi.

Batasan Karakteristik:
-      Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal
-      Menunjukkan kerusakan
-      Posisi untuk mengurangi nyeri
-      Gerakan untuk melindungi
-      Tingkah laku berhati-hati
-      Muka topeng
-      Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-      Fokus pada diri sendiri
-      Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan )
-      Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain, aktifitas berulang)
-      Respon otonom (diaporesis, perubaha tekanan darah, perubahan nafas, nadi dilatasi pupil)
-      Perubahan otonom dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)
-      Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang, mengeluh)
-      Perubahan dalam nafsu makan





a.   Tingkat kenyamanan
-      fisik baik
-      psikologis baik
b.   Kontrol nyeri
-      mengetahui faktor penyebab
-      melaporkan nyeri terkontrol
c.   Tingkat nyeri
-          Melaporkan nyeri
-          Perubahan frekuensi napas
-          Perubahan tekanan darah
-          Perubahan nadi

Ø  Manajemen nyeri






















































































































Ø  Pemantauan TTV
§  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
§  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif
§  Pastikan pasien mendapatkan perawatan  dengan analgesic
§  Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
§  Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
§  Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)
§  Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang mengakibatkan cacat
§  Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
§  Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
§  Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat penyembuhan
§  Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan pada pasien dan rencana keperawatan
§  Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri, bagaimana kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur
§  Kontrol faktor lingkungan  yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
§  Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor  yang mempercepat atau meningkatkan nyeri (spt:ketakutan, fatique, sifat membosankan, ketiadaan pengetahuan)
§  Mempertimbangkan kesediaan pasien dalam berpartisipasi, kemampuannya dalam berpartisipasi, pilihan yang digunakan, dukungan lain dalam metoda, dan kontraindikasi dalam pemilihan strategi mengurangi nyeri
§  Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis, nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
§  Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda mengurangi nyeri
§  Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri
§  Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS, hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih terukur.
§  Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri secara non-farmakologi.
§  Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
§  Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)
§  Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan (puncak nyeri)
§  Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi evaluasi resiko pemberian obat penenang
§  Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi sebelum prosedur nyeri hebat
§  Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain
§  Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri secara berkelanjutan
§  Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien
§  Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri
§  Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap nyeri
§  Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika ada komplain dari pasien mengenai metoda yang diberikan
§  Informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain/anggota keluarga tentang penggunaan terapi non-farmakologi yang akan digunakan oleh pasien
§  Gunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dalam manajemen nyeri
§  Mempertimbangkan pasien, keluarga, dan hal lain yang mendukung dalam proses manajemen nyeri
§  Menyediakan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga terhadap respon nyeri
§  Menyertakan keluarga dalam mengembangkan metoda mengatasi nyeri
§  Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan dalam interval yang ditetapkan.

§  Pantau tekanan darah, nada, suhu dan status pernapasan
§  Pantau tanda hipotermi atau hipertermi
§  Pantau ada tidaknya nadi dan kualitasnya
§  Pantau warna suhu dan kelembaban kulit

3
Resiko gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan sensorik motorik (manipulasi dan/atau trauma sekunder terhadap sectio caesaria).
Batasan karakteristik:
-      Inkontinensia
-      Tidak dapat ditahan
-      Nokturia
-      Keraguan berkemih
-      Sering berkemih
-      Disuria
-      Retensi



a.   Pemantauan urine
-      Mengetahui keinginan untuk BAK
-      Volume urine > 150 cc/BAK
-      Pengosongan kandung kemih komplit
-      Intake cairan dbn
b.   Eliminasi urine
-          Pola eliminasi dbn
-          Bau urine dbn
-          Jumlah urine dbn
-          Warna urine dbn
-          Partikel urine (-)
-          Ureum dbn
-          Disuria (-)
-          Elektrolit urine dbn

Ø  Manajemen eliminasi urine



















§  Monitor pengeluaran urine termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
§  Monitor tanda dan gejala retensi urine
§  Ajarkan klien tanda dan gejala infeksi saluran kemih
§  Catat waktu terakhir eliminasi urine
§  Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan pengeluaran urine
§  Dapatkan spesimen urine tengah untuk urinalisis
§  Laporkan pada dokter jika terjadi tanda dan gejalan infeksi saluran kemih
§  Ajarkan klien untuk mengambil spesimen urine tengah saat tanda infeksi terlihat
§  Ajarkan klien untuk minum 8 gelas cairan dengan makanan, antara makanan dan sore hari
§  Instruksikan klien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum tindakan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar